Riwayat Hidup Nuruddin Al-Raniri

bacaanmadaani.com

Ar-Raniri dilahirkan di Ranir, sebuah Kota  Pelabuhan Tua Di Pantai Gujarat, India, nama lengkapnya adalah Nurrudin Muhhammad Bin Hasanjin Al-Hamid Al-Syafi’i Al-Syafi’i Al-Raniri. Tahun kelahiranya tidak diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan besar menjelang Akhir ke-16.[1]

Ar-Ranir telah wafat kurang lebih pada tahun 1658M. ia adalah seorang sarjana India keturunan Arab. Ranir merupakan kota pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh berbagai bangsa, Antara lain Mesir, Turki, Arab, Persia, India, dan Indian sendiri. dari kota inilah, para Pedagang berlayar dengan daganganya menuju ke Pelabuhan-pelabuhan yang terletak di Semenajung  Melayu dan Sumatra.[Ibid hlm. 17.]

Di Ranir , mulai belajar Ilmu Agama dan kemudian melanjutkan pelajaranya ke , Arab Selatan, yang dipandang sebagai pusat studi Ilmu Agama Islam pada waktu itu. Pada tahun 1621M, ia menuju Makkah dan Madinah untuk menunaikna Ibadah Haji dan mengunjungi makam Nabi. Setelah itu, ia kembali ke India. sebagai seorang ulama, Nuruddin mempunyai sikapnyang keras dan tegas dalam menghadapi permasalahan yang bertentantangan dengan keyakinanya. Di India misalnya, ia menntang keras agama sinkretis, yaitu suatu agama baru yang merupakan gabungan antara Islam dan Agama Hindu.  [Ahmad, Daudy, Allah dan Manusia dalam KonsepsiSyeikh Nuruddin ar-Raniry, Rajawali, Jakarta, 1983, hlm. 45]



Ia mengikuti langkah keluarganya dalam hal pendidikan. Pendidikanya yang pertama dipeoleh di Ranir kemudian di lanjutkan ke Hadhramaut.[4] ketika ia berada di Negeri asalnya, ia sudah menguasai  banyak tentang Ilmu Agama. Diantara guru yang paling banyak mempengaruhinya adalah Abu Nafs Syayid Imam bin ‘Abdullah bin Syaiban, ia seorang guru Tarekat Rifaiyah keturunan Hadhramaut Hujarat, India.

Menurut  cacatan Azymardi Azra, Ar-Raniri merupakan tokoh pembaruan di Aceh. Ia mulai melancarkan pembaharuan Islam di Aceh setelah mendapat pijakan yang kuat di Istana Aceh. pembarun utamanya adalah memberantas aliran wujudiyah  yang dianggapnya sebagai Aliran Sesat. Ar-Raniri dikenal mula sebagai Syekh Islam yang mempunyai otoritas  untuk mengeluarkan fatwa menentang Aliran wujudiyah. bahkan lebih jauh ia mengeluarkan fatwa yang mengarah pada perburuan terhadap Orang-Orang sesat. [Ahmad, Daudy, Syaikh Nurruddin ar-Raniri (Sejarah, Karya, dan Sanggahan terhadap Wujudiyyah di Aceh), Bulan Bintang 1983,.hlm. 36-37.]

Ar-Raniri memiliki pengetahuan luas yang meliputi tasawuf, qalam, fiqih, hadits, sejarah, dan perbandingan agama. Selama masa hidupnya, ia menulis kurang lebih 29 kitab, yang paling terkenal adalah “Bustanul Salatin.”. namanya kini di abadikan sebagai nama perguruan tinggi negeri agama (IAIN) di Bandah Aceh.


Ar-Raniri berperan penting saat berhasil memimpin ulama Aceh menghancurkan ajaran tasawuf falsafinya Hamzah Fansuri yang dikhawatirkan dapat merusak akidah umat Islam awam terutama yang baru memeluknya. Tasawuf falsafi berasal dari ajaran al-Hallaj, Ibnu Arabi, dan Suhrawardi, yang khas dengan doktrin Wihdatul wujud ( Menyatunya Kewujudan) di mana sewaktu dalam keadn sukr(‘mabuk dalam kecintaan kepda Allah Ta’ala) dan Fana’ fillah (‘hilang’ bersama Allah), seseorang wali itu mungkin mengeluarkan kata-kata yang lahiriyahnya sesaat yang menyimpang dari syari’at Islam.[19]

Syaikh al-Raniri mengemukan fatwa pengkafiranya terhadap wujudiyah Aceh tidak hanya dalam khutbah-khutbah tetapi juga di dalam kitab-kitabnya seperti Tibyan fi ma’rifat al-Adyan, Hill al-Zill, Jawahir al-Ulum fi Kasyf al-Ma’lum, Hujjat al-Shiddiq li Daf’il al-Zindiq dan Ma’al-Hayah li Ahl al-Mamat. Inti penentangan al-Raniri dapat diringkas sebagai berikut: Hamzah Fansuri sesat karena berpendapat bahwa alam, manusia, dan Tuhan itu sama saja, paham wujudiyah Hamzah Fansuri sama dengan panteisme karene dia melihat Tuhan sepenuhya immanen(tasbih), padahal Tuhan itu transenden(tanzih), Hamzah Fansuri dan Syams al-Dhin, seperti golongan falasifah, meliputi bahwa al-Qur’an itu mahluk, Hamzah Fansuri percaya bahwa alam itu qadim atau abadi, Hamzah Fansuri dikatakan mengemukakan ungkapan-ungkapan syathiyat seperti al-Hallajdan Bayazid dalam keadaan tidak mabuk(sukr), Hamzah Fansuri cenderung mengabaikan syari’at, bahkan menganjurkan pengikutnya meninggalkan syari’at.




DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon dan Mukhtar Solihin, 2007, Ilmu Tasawuf, Bandung: CV.Pustaka Setia.

Hadi, Abdul, 2001, Tasawuf  Yang Tertindas Jakarta: Paramadina

http://Wikipedia.Org/wiki/Nuruddin Ar-Raniri.

Sangidu, 2003, Wachdatul Wujud, Yogyakarta: Gama Media.

[1] Azyumardi Azra, Jaringan Ulma Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad ke XVII dan XVIII, Mizan, Bandung 1995 hlm. 169.

[2] Ibid hlm. 17.

[3] Ahmad, Daudy, Allah dan Manusia dalam KonsepsiSyeikh Nuruddin ar-Raniry, Rajawali, Jakarta, 1983, hlm. 45

[4] .Ahmad, Daudy, Syaikh Nurruddin ar-Raniri (Sejarah, Karya, dan Sanggahan terhadap Wujudiyyah di Aceh), Bulan Bintang 1983,.hlm. 36-37.

[5] Daudy, op. cit., hlm. 36.

[6] Azra,op.cit, hlm. 177.

[7]Daudi, op. cit., hlm. 82

[8]Syekh Naquib Al- Attas, Raniri and the Wujudiyyah of 17 th, Century Aceh, Singapore, MMBRAS III, 1996, hlm. 83

[9]Ibid., hlm. 227.

[10] Daudi, op. cit., hlm. 128.

[11] Ibid., hlm. 183.

[12] Ibid., hlm. 227.

[13] Ahmad Daudi,”Tinjauan atas Karya Al-Fath Al-Muhlidin karya Syaikh Nuruddin Ar-Raniri”, dalam A. Rifa’I Hasan (Ed.), Warisan intelektual Muslim indonesia, Mizan, Bandung, 1990, hlm. 35.

[14] Sangidu, Wachdatul Wujud, Gama Media, Yogyakarta, hlm. 32-33

[15]Ibid.,   hlm. 34

[16] Ibid.,  hlm. 35.

[17] http: //id. Wikipedia. Org/wiki/Nuruddin Ar-Raniri

[18] Ibid

[19] Ibid

[20] Abdul Hadi, Tasawuf Yang Tertindas, Paramadina, Jakarta, 2001, hlm.163-164









Post a Comment

Lebih baru Lebih lama